Sabtu, 10 Maret 2012

ASAL USUL KERAJAAN SAFAWI

Pendahuluan


    Sejarah Islam sekarang telah berjalan lebih dari empat belas abad lamanya. Sebagaimana halnya sejarah setiap umat. Sejarah islam pun mengalami pasang surut. Pada periode tertentu islam mengalami pertumbuhan dan perkembangan, pada periode selanjutnya islam mengalami kemajuan dan kejayaan dan pada periode lain islam mengalami kemunduran bahkan kenhancuran.
    Satu diantara beberapa sejarah peradaban Islam yang cukup menarik untuk bahan kajian ilmiah, yaitu masa pertengahan khususnya pada abad ke-17, karena pada abad tersebut terdapat tiga kerajaan besar, yaitu kerajaan Syafawi di Persia, Kerajaan Mughal di India, dan Kerajaan Utsmani di turki, namun kali ini pemekalah akan  membahas salah satu kerajaan terbesar dianatara tiga kerajaan terbesar yang telah saya sebutkan diatas tadi yaitu kerajaan Syafawi.
    Dalam pembahasan makalah ini penyaji akan menjelaskan beberapa pokok pembahasan yaitu:
a.    Asal-usul berdiri kerajaan Syafawi
b.    Kemajuan yang pernah di capai
1.    Bidang Politik dan Sosial
2.    Bidang keagamaan
3.    Bidang ekonomi
4.    Bidang pengetahuan
5.    Bidang pembagunan fisik dan seni
C Sil-Silah Raja Kerajaan Syafawi

Pembahasan.
Kerajaan Syafawi.
a.    Asal-Usul kerajaan Syafawi.
Ketika kerajaan Utsmani sudah mencapai puncak kemajuannya, kerajaan Syafawi di Persia baru berdiri. Kerajaan ini berkembang dengan cepat. Dalam perkembangannya, kerajaan Syafawi sering bentrok dengan Turki Utsmani. Berbeda dari dua kerajaan besar Islam lainya (Utsmani dan Mughal), kerajaan Syafawi menyatakan syi’ah sebagai Mashab Negara. Karena itu kerajaan ini  dapat dianggap sebagai peletak pertama dasar terbentuknya Negara Iran dewasa ini.
Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama tarekat Safawiyah, didirikan pada waktu yang hampir bersamaan dengan berdirinya kerajaan Utsmani. Nama safawiyah diambil dari nama pendirinya Safi al-Din (1252-1334 M), dan nama Safwi itu terus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan, nama itu terus dilestarikan setelah gerakan  ini berhasil mendirikan kerajaan. .
Safi al-Din berasal dari keturunan orang yang berada dan memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Ia keturunan dari Imam Syi’ah yang keenam, Musa al-Kazhim. Gurunya bernama  Syekh Taj al-Din Ibrahim Zahidi (1216-1301 M) yang dikenal dengan julukan Zahid al-Gilani. Karena prestasi dan ketekunannya dalam kehidupan Tasawuf, safi al-Din diambil menantu oleh gurunya tersebut.  Safi al-Din mendirikan tarekat Safawiyah seelah ia menggantikan guru dan sekaligus mertuanya yang wafat tahun 1301 M. pengikut tarekat ini sangat teguh memegang ajaran agama. Pada mulanya gerakan tasawuf Safawiyah bertujuan memeranggi orang-orang ingkar, kemudian memeragi golongan yang mereka sebut “ahli-ahli bidah”. Tarekat yang dipimpin Safi al-Din ini semakin penting terutama setelah ia  mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian tasawuf murni yang bersifat lokal menjadi gerakan keagamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syria, dan Anatolia. Di Negeri-negeri di luar Ardabil Safi al-Din menepatkan seorang wakil yang memimpin murid-muridnya, wakil itu diberi gelar “Khalifah”.
Suatu ajaran agama yang dipegang secara fanatik biasanya kerap kali menimbulkan keingginan di kalangan penganut ajaran itu untuk berkuasa. Karena itu, lama kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah berubah menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan dan menetang setiap orang yang bermazhab selain Syi’ah. Kecendrungan memasuki dunia polik itu mendapat wujud kongkritnya pada masa kepemimpinan Juneid (1447-1460 M).
Ketika pimpinan tarekat dipegang oleh Junaid, aliran keagamaan ini memperluas gerekannya kewilayah politik, hingga muncul keinginan untuk mendirikan pemerintahan sendiri. Hingga tahap ini keinginan pendirian pemerintahan barangkali masih dapat dipahami sebagai motivasi jernih, (ikhlas) untuk memperluas syariat islam  sesuai paham yang diyakini Junaid dan jamaah tarekatnya. Setengah abad kemudia ternyata keinginan Junaid tersebut dapat terwujud dengan berdirinya kerajaan Dinasti Safawi di bawah proklamatornya Syah Ismail sejak itu pula paham Syi’ah (syi’ah dua belas) ditetapkan sebagai agama resmi pemerintah.

b.    Kemajuan yang Pernah Dicapai Pada Massa Kerajaan Syafawi
1.    Dalam bidang Politik dan Sosial.
keadaan politik pada masa Syafawi mulai bangkit kembali setelah Abbas naik tahta dari tahun 1587-1629 dan dia menata administrasi Negara dengan cara yang lebih baik, kondisi memprihatinkan kerajaan Syafawi dapat diatasi setelah raja syafawi yang kelima, Abbas I naik Tahta, ia ia memerintah dari tahun 1587-1629 langkah-langkah yang ditempuh oleh Abbas I dalam rangka memulihkan politik kerajaan syafawi adalah:
a.mengadakan pembenahan administrasi dengan cara pengaturan dan pengontrolan dari pusat.
b. pemindahan ibu kota ke Isfahan
c. berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qiziblash atas kerajaan Syafawi dengan cara membentuk pasukan baru yang anggotanya bangsa Georgia, Armenia, dan sircassia yang telah ada sejak raja tamh I
d. mengadakan perjanjian damai dengan Turki Utsmani
e. berjanji tidak akan menghina tiga Khalifah pada Khotbah jumat.(yatim, 1997:142).
Reformasi politik yang dilakukan oleh Abbas I tersebut berhasil membuat kerajaan syafawi kuat kembali. Setelah itu, Abbas I mulai memusatkan perhatiannya merebut kembali wilayah-wilayah kekuasaannya yang hilang (yatim, 1997:143).
    Selanjtnya, perlu diketahui bahwa kerajaan Syafawi dan Turki Utsmani sebelum Abad ke-17 sudah saling bermusuhan dan Syafawi mengalami banyak kekalahan, namun setelah Abbas I naik tahta kerajaan syafawi dalam merebut wilayah kekuasaan Turki Utsmani banyak mengalami kemenangan. Menurut Badri Yamin, rasa pemusuhan antara dua kerajaan aliran agama yang berbeda ini tidak pernah padam sama sekali. Abbas I mengarahkan serangan-serangannya ke wilayah kerajaan Turki Utsmani pada tahun 1602 M. Di saat Turki Utsmani berada dibawah sulthan Muhammad III. Pasukan Abbas I menyerang dan berhasil menguasai Tabriz, Sirwan, dan Baghdad. Sedangkan Nakh Chivan, Erivan, Ganja, dan Tiflis dapat dikuasai pada tahun 1605-2906 M. selanjutny pada tahun 1622 M. pasukan Abbas I berhasil merebut kepulauan Hurmuz dan mengubah pelabuhan Gumruh menjadi pelabuhan Bandar Abbas (Yaim,1997: 143)
Pada tahun 1902 M., pecahlah perang Turki dengan Austria dan tentara Turki yang lain terpaksa pergi memadamkan pemberontakan kaum tarekat jalaliah (Maulawiayah) di Asia kecil. Kesempatan ini di ambil Oleh Syekh Abbas dan berhasil merebut kembali Tibriz dari tangan Turki. Setelah itu, dirampas juga sirwan dan Akhirnya diambilnya Baghdad kembali yang sudah berkali-kali jatuh ke tangan Turki (hamka, 1981: 69).
Kemudian, ia sanggup menaklukkan negeri kaukasus dan diperkuatnya batas-batas kekuasaan sampai ke balakh dan Merv. Pada bulan maret 1622 M. ia dapat pula merampas pulau Hurmuz yang telah sekian lama menjadi pangkalan kekuatan bangsa portugis (hamka, 1981: 69). Sesudah Syah Abbas I, tidak ada lagi raja Syafawi yang kuat dan akhirnya kerajaan ini dapat dijatuhkan oleh Nadhir Syah (nasution,1985: 85).
2.     Kondisi keagamaan
Pada masa Abbas, kebijakan keagamaan tidaklagi seperti masa khalifah-khalifah sebelumnya yang senantiasa memaksakan agar syi’ah menjadi agama Negara, tetapi ia menanamkan sikap toleransi. Menurut hamka, terhadap politik keagamaan beliau tanamkan paham toleransi atau lapang dada yang amat besar. Paham syi’ah tidak lagi menjadi paksaan, bahkan orang sunni dapat hidup bebas mengerjakan ibadahnya. Bukan hanya itu saja, pendeta-pendeta Nasrani diperbolehkan mengembangkan ajaran agamanya dengan leluasa sebab sudah banyak bangsa Armenia yang telah menjadi penduduk setia dikota isfahan (hamka, 1981: 70).
3.    Kondisi Ekonomi
Stabilitas politik kerajaan Syafawi pada masa Abbas I ternyata telah memacu perkembangan perekonomian syafawi, terlebih setelah kepulauan Hurmuz dikuasai dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas. Dengan dikuasai Bandar ini, salah satu jalur dagang laut antara timur dan barat yang biasa diperebutkan oleh belanda, inggris, dan perancis sepenuhnya menjadi milik kerajaan syafawi (yatim, 1997: 144). Disamping sektor perdagangan, kerajaan syafawi juga mnegalami kemajuan di sector pertanian terutama di daersh bulan sabit subur ( fortile crescent) (yatim,1997: 144). Namun, setelah Abbas I mangkat perekonomian, syafawi lambat laun mengalami kemunduran dan puncak kemundurannya terjadi pada masa kekuasaaan syafi Mirza. Pada masa itu, rakyat cendrung masa bodoh karena mereka sudah banyak memperoleh penindasan dari syafi Mirza.  Tetapi saudagar-saudagar bangsa asing banyak berdiam di Iran dan mengendalikan kegiatan ekonomi (hamka, 1981: 72).
4.    Nondisi Bidang Ilmu Pengetahuan
Dalam sejarah Islam, Bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang berperadaban tinggi dan berjasa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila pada masa kerajaan syfawi, khususnya ketika Abbas I berkuasa, tradisi keilmuan terus menerus berkembang. Berkembangnya ilmu pngetahuan masa kerajaan syafawi tidak lepas dari suatu doktrin mendasar bahwa kaum syi’ah tidak boleh taqlid dan pintu ijtihad selamanya terbuka. Kaum syi’ah tidak seperti kaum sunni yang mengatakan bahwa ijtihad telah berhenti dan orang mesti taqlid saja. Kaum syi’ah tetap berpendirisn bahwasanya mujtahid tidak terputus selamanya (Hamka, 1987: 70).
    Ilmuan yang melestarikan pemikiran-pemikiran Aristoteles, Al-farabi, dan Suhrowardi pada sekitar abad ke-17 dikerajaan syafawi adalah mullah sadr dan Mir Damad, (marshal G.S. Hodson, t, th.: 44). Dalam keterangan lain disebutkan, ada beberapa ilmuan yang selalu hadir di mejelis istana, yaitu Baha Al-Din Al-Syaerazi, filosof dan Muhammad bagir. Ibn Muhammad Damad , filosof ahli sejarah, teolog, dan ia seorang yang pernah mengadakan observasi mengenai kehidupan lebah Zende, Rud, dan istana Chihil Sutun. Kota Isfahan juga di perindah dengan taman-taman yang ditata secara baik dan ketika Abbas wafat, beliau meninggalkan 162 masjid, 48 akademi, 1.802 penginapan, dan 273 pemandian yang ada di Isfahan.
    Di bidang seni, kemajuan tampak begitu jelas gaya arsitektur bagunannya, seperti terlihat pada masjid Syah  yang di bangun tahun 1603 M. unsur seni lainnya terlihat dalam bentuk kerajinan tangan, kerajinan karfet, permadani, pakain, tenunan, mode, embikar, dan benda seni lainnya. Seni lukis mulai di rintis sejak zaman Tamasp I, Raja Ismail pada tahun 1522 M. membawa pelukis Timur ke Tabriz, pelukis itu bernama Bizhard, pada zaman Abbas I berkembanglah kebudayaan, kemajuan, dan keagungan  pikiran mengenai seni lukis, pahat, syair, dan sebagainya. Diantara punjagga yang gemerlap Bintangnya, ialah Muhammad Bagir Ibn Muhammad damad, ahli filsafat dan ilmu pasti. Abbas sendiri asyik dengan ilmu tersebut, bahkan tidak segan Abbas mengadakan penyelidikan sendiri. Beliau tidak lengah mengerakan kemajuan pengetahuan-pengetahuan khususnya mengenai agama, terutama ilmu fiqih. Diantara ulama besar yang sangat ternama pada waktu itu adalah Burhanuddin al- Amili, selain seorang ahli agama beliapun ahli kebudayaan yang mengetahui soal-soal dari beberapa segi. Pada waktu itu, hidup juga filosof Shadaruddin Asyaerozi, ahli filsafat ketuhanan yang banyak mempengaruhi timbulnya paham bahai yang sekarang mengaku diri mereka agama baru. Demikian puncak kemajuan yang di capai oleh kerajaan Syafawi pada massa Abbas I abad ke-17 dan setelah Abbas I wafat, kondisi ilmu pengetahuan dan seni mengalami banyak kemunduran.



c.    Sil-silah Raja-raja Kerajaan Syafawi

Safi al-Din
( 1252-1334 M)

Sadar al-Din Musa
(1334-1399 M)

Khawaja Ali
(1399-1427 M)

Ibrahim
(1427-1447 M)


Juneid
(1447-1460 M)


Haidar
(1460-1494 M)




I. Ismail           Ali   
 (1501-1524 M)    ( 1494-1501 M)



3.Tahmasp I
(1524-1576 M)



Muhammad Khudabanda    3. Ismail II
(1577-1787 M)         ( 1576-1577 M)


5. Abbas I
(1588-1628 M)



6. Safi Mirza
(1628-1642 M)


7. Abbas II
(1642-1667 M.)


8. Sulaiman
(1667-1694 M)


9.Husein
(1694-1722 M)


10.Tahmasp II
(1722-1732 M)


11. Abbas III
(1732-1736 M )



Kesimpulan


Setelah mengkaji data-data yang masih sangat terbatas ini dapat disimpulkan bahwa praktik pendidikan dan kehidupan intelektual pada masa dinasti safawi ini secara keseluruhan diarahkan untuk memperkokoh doktrin paham Syi’ah. Namun demikian pada masa kerajaan safawi ini sudah mencapai puncak ilmu pengetahuannya dan terutama dalam bidang kesenian mulai dari arsitektur sampai dengan syair-yair yang menjadi suatu tren kemajuan pada saat itu. Dan yang paling penting juga pada masa kerajaan safawi sudah ada usaha untuk meneliti dan observasi kehidupan lebah.





Daftar Pustaka

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja grafindo,1998 cetekan ketujuh
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung,  Pustaka Setia, 2008
Hassan Ibrahim, Sejarah Dan Kebudayaan Islam, Yogyakarta, Kota Kembang, 1989
Hamka, Sejarah Umat Islam Jilid III, Jakarta: Bulan Bintang, 1981, cetakan keempat
Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana, 2008


M. Thontawi, S.Pd.I
Unit Litbang Ma'had Al-jami'ah IAIN STS Jambi.


                  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar